YOU HAVE TO SEE THIS

Cause life is more than just following the river eve

Cerpen (Jangan Sombong)

00.39 / Diposting oleh Billy Roger /

Jangan Sombong

Ria tersenyum puas. Di kertas ulangan matematika yang digenggamnya tertera nilai 100.
“Ha, kalau begini terus aku pasti jadi ranking satu di kelas” gumam Ria. Tiba-tiba Dewi, teman sekelas Ria lewat di depannya.
“ Berapa nilai ulanganmu, Wi?” tanyanya dengan nada meremehkan.
“Ah, kecil.” ungkap Dewi malu-malu.
“O begitu, lain kali belajar lagi ya. Ulangan kali ini emang susah. Temen-temen aja banyak yang remidi” timpal Ria lagi. Dewi hanya tersenyum sambil berlalu.

Ya, Ria memang anak pintar jebolan olimpiade, di SDnya ia selalu meraih peringkat pertama. Tak pelak jika ia masuk sekolah ini, SMP 1 Bali yang tak lain merupakan sekolah paling favorit di Bali. SMP ini telah sukses mencetak lulusan yang melanglang buana sampai ke luar negeri, bahkan banyak yang menempati jabatan tinggi di pemerintahan. Tentunya yang bisa masuk di sekolah ini hanyalah orang-orang terpilih karena untuk masuk saja para calon siswa harus melewati berbagai macam tes. Sedangkan Dewi, teman sebangku Ria merupakan siswi yang kurang mampu. Ia diterima lewat jalur siswa miskin, namun banyak yang mengatakan ia diterima karena prestasi seninya.

Hari ini memang merupakan hari ulangan umum terakhir di SMP 1 Bali dan seminggu lagi sudah acara penerimaan rapor. Ria sangat yakin ia akan menjadi juara 1 di kelasnya bahkan umum. Tanpa belajar keras saja nilainya di bidang ekstata sudah tinggi-tinggi, meskipun agak kurang di bidang seni dan olahraga. Namun baginya itu tidak terlalu penting. Dia sudah tidak sabar lagi menunggu saat penerimaan rapor. Tak terbayang I-Phone canggih keluaran terbaru hadiah dari orang tuanya jika ia berhasil merengkuh gelar itu nanti.

Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu tiba. Penerimaan rapor dilaksanakan di halaman sekolah yang cukup luas. Ria makin senang karena namanya nanti akan disebut di hadapan kakak kelas yang rata-rata sudah ia kenal.
“Baiklah, langsung saja kita mulai pengumuman juara umum dari kelas 7. Juara ketiga jatuh kepada Ida Ayu Seruni Devi dari kelas 7B dengan total nilai 985.” tepuk tangan terdengar dan Ria tersenyum sambil ikut bertepuk tangan.
“Juara kedua jatuh kepada Riana Amelia Subrata dari kelas 7A dengan total nilai 1000.” tepuk tangan kembali terdengar. Namun Ria tidak mendengar apa-apa. Pikirannya melayang. Ia juara kedua? Lalu siapa juara satunya? Bukannya setiap ulangan nilainya selalu yang tertinggi? Bagaimana mungkin?
“Dan, juara pertama jatuh kepada…Putu Dewi Anjani dari kelas 7A dengan total nilai 1001.” tepuk tangan terdengar paling riuh. Mereka semua kagum pada Dewi. Namun tidak dengan Ria. Ia merasa marah dan tidak adil.
“Baiklah, para juara harap maju untuk mengambil hadiah. Perlu diketahui bahwa juara umum 1 dari masing-masing angkatan akan mendapat beasiswa selama satu semester”
“Tunggu!” sergah Ria nekat sambil maju menghadap wali kelasnya.
“Ini tidak adil? Bagaimana mungkin Dewi yang nilainya lebih kecil bisa mengalahkan aku? Ini pasti ada kesalahan!” semua murid langsung terdiam. Bu Sri, wali kelas 7A justru tersenyum.
“Ria, coba bandingkan rapor kamu dan rapor Dewi. Rapor kamu memang berisi beberapa nilai yang sangat tinggi namun beberapa juga jeblok. Tapi lihat Dewi, meskipun nilainya tidak ada yang setinggi kamu tetapi nilainya seimbang dan tidak ada yang jeblok. Lagipula selisih nilai kalian kan hanya satu.” Ria mengamati rapornya dan rapor Dewi. Ya, di rapornya memang banyak nilai 90 keatas namun tidak sedikit pula yang 80 kebawah. Sedangkan Ria, meskipun tidak lebih dari 90 namun semua nilai rapornya diatas 80. Kalau dipikir-pikir benar juga. Dalam pelajaran ekstata memang dia yang tertinggi namun Dewi juga tidak jeblok. Di bidang seni giliran nilai Dewi yang selalu tertinggi dan nilai Ria jeblok.

Ria baru sadar, selama ini ia terlalu sombong dan mengira sudah berada di atas angin. Padahal di atas langit masih ada langit. Sementara Dewi selalu rendah hati. Dewi tidak pernah meremehkan pelajaran lain. Dewi juga tidak pernah berbuat curang seperti saat Ria menjatuhkan minuman ke lukisan Andi secara segaja. Ria menyesal, kemana bakat analisanya yang tinggi? Apakah sudah ditelan oleh kesombongannya? Dewi siswa kurang mampu, tentu saja dia akan belajar mati-matian untuk dapat beasiswa itu! Lagipula jika Dewi suka pamer nilai seperti dirinya orang lain justru semakin akan terpacu untuk mengalahkannya. Tapi bukan Dewi yang salah. Ia sendirilah yang salah, mengapa ia bisa terlalu terlena sehingga lupa untuk berusaha maksimal. Melayanglah sudah I-Phone idamannya. Belum lagi ditambah rasa malu didepan teman-teman dan kakak kelas. Namun sekarang semangat dan ambisinya sudah meluap. Lihat saja, Riana Amelia Subrata pasti akan mengalahkan Dewi Anjani dan menjadi juara umum 1 di semester depan.

Label: ,

0 komentar:

Posting Komentar