YOU HAVE TO SEE THIS

Cause life is more than just following the river eve

Cerpen (Kisah Cinta di Bawah Pohon Kelapa)

00.41 / Diposting oleh Billy Roger /

Kisah Cinta di Bawah Pohon Kelapa

Tiga hari lagi sudah ujian nasional SMA, aku sudah akan tamat dan harus segera mencari perguruan tinggi, namun hatiku masih serasa melayang-layang. Angin sepoi-sepoi berhembus meniup rambutku manja. Aku mendongakan kepalaku. Terlihat jelas olehku buah-buah kelapa yang masih hijau. Kembali aku terkenang pada Awan, pujaan hatiku. Kejadian itu memang sudah 3 tahun yang lalu, tapi masih terukir jelas di memoriku, bahkan sering terngiang-ngiang seperti sekarang. Bagaimana tidak, ketika kau melihat pujaan hatimu, yang selalu kau impikan, kau dambakan, kau nantikan setiap malam walau hanya lewat mimpi ambruk di depanmu, terjatuh ke jurang tak berdasar, yang tak bisa kautemui, sekalipun kau telusuri ujung-ujung dunia, sekalipun kau selami lautan terdalam, sekalipun habis sudah pasir di dunia dan bintang dilangit kauhitungi, dia tak akan kembali.

Aku ingat saat itu tanggal 13 April 2008, tiga hari sebelum ujian nasional SMP. Tapi suasananya benar-benar beda, sebentar lagi memang sudah ujian nasional, apalagi yang bisa membuat perempuan melupakan hal sepenting itu selain laki-laki. Ya, kalau sedang jatuh cinta memang yang jelek jadi bagus, yang buruk jadi cantik, dan yang tak enak jadi enak, apalagi kalau terbalaskan. Aku tidak mau kege-eran, namun aku merasa Awan, sang pujaan hatiku juga merasakan getaran yang sama seperti yang selama ini aku rasa. Semua itu berawal dari bulan lalu, sejak Awan yang tiap hari selama 3 tahun diam-diam selalu kupandangi di sekolah, dan bahkan kucuri fotonya dari denah kelas untuk kukagumi setiap malam, entah mengapa tiba-tiba seolah menghampiriku dan mendekatiku. Entah durian apa yang jatuh padaku tapi aku sangat menikmatinya. Akhirnya hubungan tanpa status itupun terus berlanjut hingga hari itu, 13 April 2008.

Hari itu sangat tak kuduga, Awan baru dibelikan motor baru dan ia mengantarkanku pulang dengan motornya tersebut. Aw! Sangat romantis, hatiku bagai ditumbuhi kembang setaman. Aku mengajak Awan masuk, tapi ia menolak. Tiba-tiba ia menggenggam tanganku dan menggiringku ke bawah pohon kelapa tempat aku duduk sekarang ini.
Andai waktu bisa diputar, aku ingin sekali mengulang kembali saat itu. Untuk sekedar mengatakan “Bagaimana kalau kita duduk di bawah pohon pisang saja, atau mungkin pohon mangga, atau mungkin pohon cabai atau apapun selain pohon kelapa laknat ini” Tapi tetap saja, seberapapun aku mengandai, memohon dan menyembah pada sang dewa waktu, waktu tidak akan diputarkannya hanya untukku.
Kembali ke cerita, Awan menggandengku dan mengajakku duduk dengan mesra. Itu adalah hari terindah yang pernah kualami, karena mungkin setelah itu tidak akan ada hari indah seperti ini lagi.

“Re, Reina, aku mau ngomong sesuatu sama kamu” katanya gugup. Hatiku berdegup tak karuan, rasanya seperti dilambungkan ke langit, tak perlulah lilin-lilin, musik atau apapun untuk membuat suasana menjadi indah, dengan kehadiran Awan pun sudah membuat halaman rumahku serasa surga dunia.
“Reina, sebenernya, aku, aku, aku suka sama kamu Reina…… Kamu mau gak jadi pacar” dan malapetaka itu pun datang. Brukk!! Tiba-tiba sebutir buah kelapa jatuh tepat di atas kepala Awan. Awan pun langsung ambruk, jatuh, roboh tepat di depan kedua mataku. Hatiku yang tadi sudah mau meluncur seperti roket langsung bagaikan ditarik ke lapisan terbawah bumi. 1, 2, 3 detik aku mematung. Darah mengalir deras dari kening Awan “Awaaaaannnnn!!!!!” Air mataku membanjir, mukaku langsung memerah, hatiku bagai dihujam beribu panah dan tanganku benar-benar penuh darah “Awaaan, banguun, aku mau jadi pacar kamu Awan, aku mau!” tapi jangankan menyahut Awan bahkan tak bergeming, darahnya terus mengalir dan kini membasahi bajuku. Ibuku langsung keluar rumah dan tetangga-tetanggaku berdatangan begitu mendengar teriakanku itu. Mereka membawa Awan ke rumah sakit…

Air mataku kembali bercucuran ketika ingat saat itu. Awan dinyatakan meninggal dunia karena tengkoraknya retak dan menusuk otak. Saat itu aku langsung berlari dari rumah sakit ke rumahku. Aku bentur-benturkan kepalaku ke pohon kelapa perenggut nyawa Awan, aku maki-maki dia, tapi pohon itu sama sekali tak bergeming, ia tetap diam dan tak mau sedikitpun menjatuhkan tiket untuk menyusul Awan. Kau tentu tahu apa yang kurasakan, jangankan menulis, membayangkannya lagi saja aku tak mau, karena itu akan membuatku semakin rapuh, mengingatkannku pada masa terkelam, terjatuh, terbawah dalam hidupku. Saat itu aku memang masih bisa mengikuti ujian nasional, masih bisa lulus, namun sampai sekarang hatiku masih terbawa Awan, ia yang entah dengan mantra apa merampasnya, dan kini membiarkannya terombang-ambing entah dimana. Tapi itu sudah 3 tahun yang lalu, aku tahu aku harus bangkit, aku harus mulai lagi hidupku yang baru, mungkin Awan hanya cinta monyetku.
Meskipun begitu aku masih sering termenung di sini, di bawah pohon kelapa ini, mungkin suatu saat aku akan bertemu Awan, hahaha…

Label: ,

0 komentar:

Posting Komentar