YOU HAVE TO SEE THIS

Cause life is more than just following the river eve

Naskah Pidato (Sekolah SBI)

20.44 / Diposting oleh Billy Roger /

Sekolah SBI Berpotensi Menimbulkan Ketimpangan Pendidikan?

Selamat pagi ibu guru dan teman-teman yang saya hormati. Sebelum memulai terlebih dahulu saya ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat anugrahnyalah saya dapat berdiri di sini.
Teman-teman sekalian, dunia pendidikan merupakan suatu hal yang tidak mungkin jauh dari kita, para pelajar. Tentunya topik-topik, permasalahan dan pro kontra di dunia pendidikan tidak akan pernah surut dan akan terus mengalir seiring dengan perkembangan zaman. Pada zaman globalisasi ini salah satu perkembangan dalam dunia pendidikan adalah mulai menjamurnya sekolah SBI di Indonesia. Sekolah yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar ini mulai digandrungi, namun tetap saja tentu akan menimbulkan berbagai masalah dan pro kontra, terutama dari segi biaya. Benarkah kualitas sekolah SBI jauh dari sekolah regular? Namun benarkah pula hanya siswa kaya dan banyak uang yang dapat bersekolah di sekolah bertaraf internasional ini? Oleh karena itulah, pada pagi hari ini saya akan menyampaikan pidato dengan judul “Benarkah Sekolah SBI Berpotensi Menimbulkan Ketimpangan Pendidikan?”
Teman-teman, sebelum membahas lebih lanjut tentunya kita harus memahami terlebih dahulu pengertian sekolah SBI. Kita semua pasti sudah tahu bahwa almamater kita tercinta, SMPN 1 Denpasar tidak lain merupakan salah satu sekolah rintisan bertaraf internasional (RSBI) yang akan menuju sekolah bertaraf internasional. Namun apa sebenarnya sekolah bertaraf internasional atau yang lebih popular dengan nama SBI itu? Berdasarkan SK Kementrian Pendidikan Nasional, sekolah SBI merupakan sekolah bertaraf internasional yang telah memenuhi berbagai syarat-syarat khusus dan harus lulus tes, penilaian dan mendapatkan sertifikasi dari pemerintah pusat.
Sekolah SBI memiliki perbedaan yang sangat mencolok dari sekolah regular. Perbedaan tersebut dapat dilihat mulai dari proses penerimaan siswa barunya, tidak semua siswa dapat bersekolah di sekolah SBI dengan mudah. Para calon siswa harus terlebih dahulu lulus dalam tes potensial akademik (TPA), tidak hanya itu, para calon siswa juga wajib mengikuti berbagai tes seperti tes IQ dan tes psikologi yang juga memakan biaya. Sedangkan dari segi kurikulum dan materi sistem pembelajaran di sekolah SBI mengadopsi kurikulum asing lengkap dengan program-program berskala internasional seperti sister school atau pertukaran pelajar yang membutuhkan biaya besar. Tentu saja bahasa pengantar yang digunakan juga bukanlah bahasa Indonesia tetapi bahasa Inggris. Guru-guru di sana juga harus memiliki standar tersendiri, berbeda dengan sekolah regular. Yang terpenting sekolah SBI ditunjang oleh lahan dan fasilitas yang lengkap yang dapat menunjang seluruh kegiatan para siswa yang bisa dibilang sangat padat. Tetapi memang semua itu tidak sia-sia, sekolah SBI kerap dicap sebagai sekolah unggulan dan banyak diserbu oleh para orang tua siswa untuk menyekolahkan anaknya di sana. Sekolah SBI juga memiliki prestasi yang tidak main-main dan sering meluluskan orang-orang penting karena tentu saja itu sendiri merupakan salah satu persyaratan sekolah SBI. Sayangnya untuk memenuhi semua itu tentunya para siswa juga dikenakan biaya yang tidak sedikit. Meskipun pemerintah telah memberikan sejumlah beasiswa dalam bentuk dana BOS untuk seluruh siswa, tetapi tetap saja dana BOS tidak akan cukup untuk membiayai seluruh fasilitas dan biaya operasional sekolah. Belum lagi, adanya banyak berita miring tentang uang sogokan dan jalur belakang yang menodai citra sekolah SBI. Penerimaan siswa baru yang seharusnya hanya untuk siswa-siswa pilihan kini bisa dengan mudah dinikmati dengan rupiah seperti membeli makanan di restoran.. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang berpikiran bahwa sekolah SBI hanya dapat dimasuki siswa kaya yang memiliki banyak uang. Sedangkan siswa berpotensi yang sayangnya kurang mampu tidak bisa mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Alhasil, terjadi sejenis ketimpangan pendidikan karena perbedaan status sekolah ini. Yang paling mempermasalahkannya adalah siswa kategori menengah yang tidak diterima di sekolah SBI, namun siswa kaya lain yang dari segi kemampuan masih dibawah dapat diterima. Tentu saja mereka akan protes. Lulusan sekolah SBI yang kebanyakan orang berada mendapat materi dan fasilitas yang berkualitas, selain itu kedepannya mereka lebih dipercaya dan lebih mudah diterima ke jenjang yang lebih tinggi karena cap SBI dalam ijazahnya. Sedangkan siswa sekolah reguler cenderung dinomorduakan dan meskipun sebenarnya mereka berpotensi, seringkali hanya karena fasilitas yang kurang memadai dan kurang mendalamnya materi pembelajaran bakat dan potensi mereka seringkali kurang terasah. Mereka juga sering disepelekan dalam event-event seperti lomba-lomba. Secara kasar dapat dikatakan, orang kaya bisa mendapatkan pendidikan yang berkualitas tinggi sedangkan orang miskin hanya mendapat pendidikan biasa saja. Akhirnya, jika berdasarkan latar belakang pendidikanya yang kaya menjadi pintar tetapi yang miskin tidak. Dari pendidikan akhirnya pun merambah ke tingkat sosial mereka. Lantas apa tindakan pemerintah dalam menanggapi semua ini?
Sesungguhnya, pemerintah melalui kementrian pendidikan nasional telah memikirkan masalah ini sejak mulai meresmikan sekolah SBI di Indonesia. Namun tetap saja belum membuahkan hasil yang memuaskan. Sekolah SBI masih dipermasalahkan. Apalagi setelah adanya demonstrasi dari masyarakat tentang sekolah SBI pada bulan Juli 2010 lalu. Untuk meratakan status siswa pemerintah telah mewajibkan 20% kuota penerimaan siswa baru di sekolah SBI untuk jalur siswa miskin. Namun tetap saja, berdasarkan data rata-rata penerimaan siswa baru di sekolah SBI, jalur siswa miskin hampir tidak pernah terisi. Hal tersebut disebabkan karena dalam pikiran masyarakat telah tercetak argumen bahwa sekolah SBI masih membutuhkan biaya yang sangat besar selain yang diberikan pemerintah, belum lagi pergaulan disana yang katanya elite, individu dan kebarat-baratan, persaingan yang ketat dan ditambah momok bahasa inggris yang menakutkan. Mereka takut mereka justru tidak mampu bersekolah disana, namun mereka juga ingin keadilan, pemerataan pendidikan sehingga semua siswa sama.
Lantas apa kesimpulanya? Pendidikan memang merupakan suatu hal yang sangat penting. Tanpa pendidikan kita akan kosong, tak bisa baca tulis. Namun benarkah hanya sekolah SBI yang bisa menyajikan pendidikan yang berkualitas? Dalam kasus ini sesungguhnya semua tergantung pada diri siswa sendiri. Banyak lulusan sekolah regular yang sukses ke depannya. Dan tidak sedikit pula lulusan sekolah SBI yang hanya mengandalkan warisan orang tua dan hanya segitu-segitu saja. Sekolah SBI memang memiliki fasilitas dan standar yang bisa dibilang di atas. Namun belum tentu sekolah regular tidak bisa berprestasi. Bukti nyatanya dapat kita lihat dari hasil UN 2010 lalu, peraih NEM tertinggi se Indonesia ukanlah dari sekolah SBI. Sedangkan siswa sekolah regular yang tidak lulus, itu karena mereka yang terlanjur menganggap diri mereka tidak mampu, dan selalu menyalahkan sekolah. Padahal kalau mereka mau belajar dan berusaha pasti juga akan berbuah manis. Satu hal lagi masalah yang hampir selalu menghinggapi sekolah SBI. Oknum-oknum yang kerap menyalahgunakan jatah penerimaan siswa baru dengan uang suapan atau bertindak nepotisme. Perlu diketahui bahwa sebenarnya tindakan itu sia-sia dan justru merugikan siswa, mendapatkan gelar dengan cap SBI namun kita tidak mendapat apa-apa. Sebab tujuan kita sekolah adalah untuk mencari ilmu, bukan gelar. Tidak perlu menyalahkan sekolah SBI sebagai penyebab ketimpangan pendidikan namun lebih baik kita kembali pada individu masing-masing, instropeksi diri sendiri. Jadi kesimpulanya, asal kita belajar dengan giat sekolah dimanapun tidak akan jadi masalah.

Label:

0 komentar:

Posting Komentar